Selasa, 03 Mei 2011

MARAH DAN OBATNYA

Marah adalah satu hal yang tidak bisa lepas dari seorang insan. Perangai ini bisa menjadi sebuah perangai yang buruk apabila tidak terbimbing dengan benar. Namun sebaliknya, bisa jadi marah ini menjadi sebuah ibadah besar bila kita meletakkannya sesuai dengan tempatnya. Oleh karena itu, Allah memberikan petunjuk bagaimana seharusnya seorang insan menyikapi sifatnya ini. Barangsiapa mengikuti petunjuk ini, niscaya dia tidak akan tersesat. Di sisi lain, kebaikan, pahala, dan ganjaran akan dia tuai baik di alam dunia ataupun di akhirat kelak.
Allah berfirman tatkala menyebutkan sifat orang-orang yang diberi janji surga (yang artinya) “… dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang …” [Q.S. Âli ‘Îmrân:134].
Simaklah pula sebuah sabda Nabi ketika mendefinisikan kata ‘kekuatan’ “Bukanlah orang yang kuat itu orang yang kuat dalam bergulat, akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan dirinya ketika marah.” [H.R. Al-Bukhârî dan Muslim]
Pilih Obat yang tepat pereda Kemarahan!!!
Para pembaca yang budiman, selain memberikan anjuran untuk menjaga hati dari kemarahan, Allah dan Rasul-Nya juga memberikan pedoman bagi umat Islam ini kiat-kiat untuk menaklukan kemarahan yang menerpa hati. Berikut ini beberapa kiat yang terambil dari Al-Qur`ân dan hadits untuk menenangkan hati yang sedang tertimpa kemarahan:
1. Ber-ta’awwudz (meminta perlindungan) kepada Allah I dari syaithan.
Kemarahan merupakan perkara yang sangat disukai syaithan. Dengan sebab marah ini, seseorang bisa kalap hingga membunuh jiwa manusia yang tidak boleh ditumpahkan darahnya, ataupun bahaya-bahaya lain yang merupakan buntut dari perangai ini. Karenanya, Allah dan Rasul-Nya memberikan bimbingan untuk berlindung dari syaithan saat marah ini melanda.
Allah telah berfirman di dalam Al-Qur`ân:
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (٣٦)
Dan jika syaithan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah.” [Q.S. Fushshilat:36].
Rasulullah r bersabda:
إِذَا غَضِبَ الرَّجُلُ فَقَالَ: أَعُوْذُ بِاللهِ سَكَنَ غَضَبُهُ
“Apabila marah kemudian berkata ‘a’ûdzubillâh maka ia akan tenang dari kemarahannya.” [H.R. Ibnu ‘Adi, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no.1376]
2. Sikap Al-Ĥilm.
Sikap ĥilm adalah sikap pertengahan antara sikap marah dan sikap masa bodoh. Seseorang yang mengikuti kemarahannya tanpa akal dan kesabarannya ia telah mengikuti sikap yang rendahan. Demikian juga sebaliknya, jika ia ridha dengan penganiayaan dan hancurnya keadaan dirinya, ia berada dalam kerendahan pula.
Alhasil, sikap ĥilm ini akan mencegah kita terjatuh dalam dua lembah kerendahan ini. Sikap ĥilm juga akan mewariskan sikap tenang ketika marah, sehingga dia bisa berfikir jernih kendati marah menerpanya.
Rasulullah r bersabda kepada Asyaj ‘Abdul Qais yang maknanya,
إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالأَنَاةُ
“Sesungguhnya dalam dirimu ada dua perkara yang dicintai Allah: ĥilm dan tidak tergesa-gesa.” [H.R. Muslim dari Ibnu ‘Abbâs radhiyallahu ‘anhumâ].
3. Sikap sabar dan memaafkan.
Allah I telah berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ (١٩٩)
Maafkanlah dan perintahkanlah kepada yang baik serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” [Q.S. Al-A’râf:199].
Allah I juga berfirman:
وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (٣٤)
Balaslah dengan yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang mulanya ada permusuhan antara dirimu dan dia menjadi seorang kawan yang dekat.”[Q.S. Fushshilat:34].
Allah I berfirman yang artinya, “Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apa kalian tidak ingin Allah memaafkan kalian? Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” [Q.S. An-Nûr:22].
Marilah kita tengok sebuah teladan dari Rasulullah r. Simaklah penuturan Ibnu Mas’ûd t, beliau mengatakan, “Seakan-akan aku melihat Nabi r menghikayatkan salah seorang dari para nabi. Kaumnya memukul beliau hingga beliau berdarah, namun beliau mengusap darah dari wajahnya dan berkata, ‘Ya Allah! Ampunilah kaumku karena mereka kaum yang tidak mengetahui.’” Mutaffaq ‘alaih.
4. Duduk jika sedang berdiri dan berbaring jika sedang duduk.
Rasulullah r bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ
“Apabila salah seorang dari kalian marah dan dia sedang berdiri, maka duduklah. Jika dengan hal itu bisa meredakannya, maka itulah [yang dimaukan]. Namun, apabila hal itu belum bisa meredakannya, maka berbaringlah.” [H.R. Abû Dâwûd dan Aĥmad, dishahihkan oleh Al-Albani].
Sikap Marah Kala Terjadi Pelanggaran Dalam Agama Allah
Telah kita singgung sebelumnya bahwa kemarahan yang diletakkan pada tempat yang benar akan membawa pemiliknya kepada ridha Allah. Maka, seorang muslim yang baik tidak hanya menahan amarahnya, namun dia juga menempatkan sesuai porsinya agar mendapatkan ganjaran yang besar di sisi Rabbnya.
Perlu diketahui, perasaan benci karena Allah merupakan tolak ukur keimanan seseorang. Rasulullah r bersabda (yang artinya), “Tali keimanan yang paling kuat: cinta karena Allah dan benci karena Allah.” [H.R. Ath-Thabarani dari Ibnu Mas’ûd t, Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan, “Shahih” dalam Shaĥîĥ At-Targhîb wat Tarhîb].
Hal ini juga ditegaskan oleh para shahabat beliau. Di antaranya adalah Ibnu ‘Abbâsradhiyallahu ‘anhumâ, beliau mengatakan, “Barangsiapa mencintai karena Allah,benci karena Allah, berloyalitas karena Allah, bermusuhan karena Allah [maka dia telah mendapatkan kewalian]; kewalian Allah (yaitu pertolongan, bantuan, kecintaan, dll) hanya akan didapat melalui perkara ini. Seorang hamba tidak akan merasakan manisnya rasa iman -meski banyak shalat dan puasanya- hingga dia menjadi seperti hal ini.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarîr Ath-Thabari dalam tafsir beliau].
Dengan dasar kebencian karena Allah inilah, Rasulullah r, para shahabat beliau, serta para pengikut mereka tidak meninggalkan sikap marah secara mutlak. Marilah kita tengok sebuah kisah yang terjadi sewaktu Rasulullah r masih hidup. Ketika itu seorang sahabat yang mulia, Abû Dzarr t, memanggil seseorang, “Wahai anak dari perempuan hitam!” katanya. Rasulullah r pun mengingkari panggilan Jahiliyah ini dan menegurnya dengan keras, “Apa engkau mencacatnya dengan sebab ibunya?!Sungguh, engkau adalah orang yang memiliki sifat Jahiliyah.”
Contoh lain, dengarlah apa yang dituturkan oleh Abû Wâqid Al-Laitsi, sebuah kisah yang termaktub di dalam Sunan At-Tirmidzi, Musnad Aĥmad, serta kitab-kitab hadits yang lainnya, bahwasanya ketika Rasulullah r berjihad menuju Ĥunain, mereka melalui sebuah pohon milik kaum musyrikin yang disebut “Dzâtu Anwâth”, orang musyrik biasa menggantungkan senjata mereka untuk mencari barokah darinya, selain itu mereka juga biasa beri’tikaf (baca: semedi) di sana. Sebagian dari kaum muslimin yang baru saja masuk Islam pun mengatakan, “Wahai Rasulullah. Buatkanlah untuk kami Dzâtu Anwâth sebagaimana mereka juga memiliki Dzâtu Anwâth.” Rasulullah r tidak kemudian mendiamkan kemungkaran besar ini karena memaklumi bahwa mereka ini adalah orang yang baru saja masuk Islam, beliau justru mengatakan (artinya), “Subĥânallâh!! Demi Dzat Yang jiwaku berada di Tangan-Nya!! Kalian mengatakan seperti ucapan Bani Israil kepada Mûsâ, ‘Jadikanlah bagi kami sebuah sesembahan, sebagaimana mereka memiliki banyak sesembahan.’ [Q.S. Al-A’râf:138]!!!” [Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan “Shahih” di dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi].
Simak pula apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhumâ, beliau menceritakan bahwasanya suatu siang Rasulullah r mendengar dua orang bertikai mengenai suatu ayat dalam Al-Qur`ân, Rasulullah r pun keluar dan nampak raut kemarahan pada wajahnya, sembari mengatakan yang maknanya, “Sesungguhnya kaum sebelum kalian binasa karena perselisihan mereka mengenai kitab suci mereka.”
Adapun contoh dari para shahabat, maka silakan cermati ketika ‘Abdullah bin ‘Abbâsradhiyallahu ‘anhumâ mendapati ucapan seseorang lebih didahulukan daripada sabda Rasulullah r, beliau pun murka, “Hampir-hampir turun kepada kalian hujan batu dari langit!! Aku katakan, ‘Rasulullah r bersabda…’ namun kalian [menentangnya dengan] mengucapkan, ‘Abû Bakr dan ‘Umar mengatakan demikian dan demikian’ ?!” [Riwayat ‘Abdurrazzâq dalam Al-Mushannaf]
Demikianlah saudaraku, betapa indahnya keadaan seseorang yang berhias dengan aturan syariat. Dia akan senantiasa berhias dengan kebaikan dalam perkara apapun.Allahu a’lam bish shawâb.
oleh: Abu 'Abdurrahman Hammam
Sumber:
http://tashfiyah.net/?p=85 dengan sedikit penambahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar